RI Bangun Kereta Cepat, Tapi Rute Jakarta-Surabaya

Jumat, 04 September 2015 | 00:00:12 WIB

Metroterkini.com - Presiden RI Joko Widodo menolak proposal proyek kereta cepat Jakarta Bandung yang diajukan Jepang dan China. Untuk rute tersebut, Presiden lebih memilih untuk membangun kereta dengan kecepatan sedang dengan kecepatan 200-250 kilometer (km) per jam dibanding membangun kereta cepat‎ yang mencapai kecepatan di atas 300 km per jam.

Dalam poin pernyataan Presiden Jokowi yang diterima Liputan6.com, Jokowi tetap akan mengembangkan kereta cepat namun tidak untuk rute Jakarta-Bandung. "Saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan pengembangan High Speed Train (HST) Jakarta-Surabaya," kata Jokowi, Jumat (4/9/15).

Dalam pernyataan tersebut, selain sedang mempersiapkan pengembangan HST Jakarta-Surabaya, pemerintah juga sedang mengembangkan jaringan kereta api luar Jawa.

Jokowi juga kembali menegaskan, dalam pembangunan kereta cepat atau kereta sedang tersebut pemerintah tidak menyediakan anggaran dalam bentuk apapun, termasuk berupa garansi proyek.

"Pembangunan tidak akan menggunakan APBN, baik langsung maupun tidak langsung. Pemerintah tidak akan menyediakan dana jaminan, dalam bentuk apapun. Kerja sama pembangunan dalam bentuk B2B," jelasnya.

Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, jarak Jakarta-Bandung sekira 150 Kilometer (Km) membutuhkan 5 stasiun sampai 8 stasiun. Walau Shinkansen melesat dengan kecepatan 300 Km per jam, diakuinya, tidak akan pernah bisa mencapai kecepatan maksimum itu karena perlu waktu tempuh 14 menit.

Jadi disimpulkan Darmin, kereta belum sampai kecepatan penuh sudah mulai harus direm, sehingga kecepatan paling mentok 200 km-250 km per jam.

"Keputusan Presiden adalah kalau begitu jangan kereta cepat. Cukup kereta kecepatan menengah yang melesat dengan kecepatan 200 km-250 km per jam," terang Darmin.

Dengan kereta berkecepatan sedang, sambung dia, jarak tempuh hanya akan melambat 10 menit sampai 11 menit dari kereta cepat. Namun biaya investasinya bisa 30 persen-40 persen lebih murah dibanding membangun kereta Shinkansen.

Darmin mengatakan, hasil penilaian dari konsultan independen, Boston Consulting Group (BCG) disebutkan kedua proposal China dan Jepang sama-sama tidak merinci banyak hal soal kereta cepat, seperti standar pemeliharaan, standar pelayanan dan lainnya.

"Jadi Indonesia perlu merumuskan kereta api seperti apa yang diperlukan, misalnya di mana stasiun yang akan dibangun, di mana bersimpangan dengan kereta lain, ya mungkin berbatasan dengan kereta api ringan supaya jadi lebih optimum kegunaannya," tutur dia.

China dan Jepang, tambahnya, perlu memikirkan pengembangan wilayah paska stasiun terbangun yang akan berpotensi meningkatkan pertumbuhan pembangunan properti secara massal. "Semua itu harus dituang dalam kerangka kerja acuan. Jadi Presiden bentuk tim untuk menyusun kerangka acuan. Setelah itu, Jepang dan China dipersilakan menyusun proposal baru," terang dia. [lp6]

Terkini