TEMBILAHAN [metroterkini.com] - Pengadilan Negeri Tembilahan, Selasa (30/11/10) melanjutkan sidang kasus korupsi dana PLS di Disdikpora Inhil pada tahun 2006. Seorang saksi sempat beberapa kali dimarahi Hakim Ketua, Ikrar Nikha Elmayati Fau, karena dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Dalam sidang dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi, mantan Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Disdikpora (saat ini Disdik) Inhil, Drs Zulfikar kembali dihadirkan JPU.
Berdasarkan pantauan metroterkini, selama dimintai keterangannya mulai pukul 11.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB, lebih dua kali saksi Zulfikar dimarahi dan dibentak Ikrar, karena saat ditanya selalu menjawab dengan bahasa rasa-rasanya dan tidak ingat.
Ia menjawab rasa-rasanya tidak tahu adanya surat penunjukan ia sebagai Ketua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam program PLS yang dananya bersumber dari APBN pada tahun 2006 di Disdikpora Inhil.
“Rasa-rasanya saya tidak ada melihat SK tersebut, secara pasti saya tidak ingat,” jawab Zulfikar saat ditanya hakim mengenai SK penunjukkannya saat itu sebagai PPK.
Ia juga mengaku tidak ingat mengenai jumlah kuota dan anggaran terhadap program PLS yang diadakan oleh Kelompok Keaksaraan di beberapa kecamatan di Inhil.
Pengakuan berbelit ini juga disampaikannya ketika ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasehat Hukum terdakwa Dw, Tiar Ramon SH MH. “Dari kemarin saudara saksi jawab selalu rasanya-rasanya, kalau tidak ingat, katakan tidak ingat atau kami ingatkan dengan cara lain,”bentak Hakim Ketua Ikrar kepada saksi sambil mengetuk palu.
Dalam persidangan kali ini, JPU juga mengeluarkan tiga buah stempel bercap Dinas Komunikasi Informatika dan Pengolahan Data Elektronik Provinsi Riau, Kementerian Dalam Negeri dan Menteri Dalam Negeri.
Keberadaan stempel ini tentunya menimbulkan tanda tanya majelis hakim, karena sampai berada ditangan pengelola kegiatan PLS di Disdikpora Inhil tersebut.
Dalam persidangan kali ini juga dihadirkan sepuluh orang penyelenggaran kegiatan PLS di beberapa kecamatan di Inhil. Yakni Kadeswarti, Zulfahmi, Yanson, Hermansyah, Umar Hasan, M Lukman, Ahmad Kosasi, Fernandes, Alfian dan Azwarni.
Kesepuluh saksi ini mengakui adanya pemotongan yang dilakukan oleh pengelola kegiatan PLS di Disdikpora Inhil saat itu. Bentuknya, uang yang diterima mereka telah dilakukan pemotongan saat mereka terima.
“Seharusnya saya menerima uang Keaksaraan Fungsional Rp 3.170.000,-, namun sampai ketangan saya hanya berkisar Rp 2 juta saja,” ujar saksi Kadeswarti, penyelenggaran PLS di Kecamatan Kemuning kepada metroterkini.***/lol l