Kasus Pengadaan Roro Dumai-Pulau Rupat Dipertanyakan

Kasus Pengadaan Roro Dumai-Pulau Rupat Dipertanyakan
Kasus pengadaan kapal penyeberangan Roll on Ro off (Roro) jalur Kota Dumai menuju Pulau Rupat Bengkalis saat ini kembali sepi. Padahal proses pengadaan kapal oleh Dinas Perhubungan Provinsi Riau itu terindikasi adanya kejanggalan. Berbagai pihak saat ini kembali mempertanyakan kasus tersebut.

Direktur Eksekutif LSM Komit (Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Muda Informasi Teknologi) Kota Dumai Ibnu Chalik mengatakan dalam pelaksanaan awal pengadaan kapal penyeberangan dari Dumai menuju Pulau Rupat jelas pihak perusahaan yang telah ditunjuk oleh Dinas Perhubungan Provinsi Riau telah menyalahi ketentuan.

Dimana dalam pengadaan itu merupakan kapal penyeberangan dengan jenis Roro, tapi pihak perusahaan yang mendatangkan kapal tersebut malah mendatangkan kapal dengan jenis LCT (landing Craft Tank).

"Dari namanya saja sudah berbeda apalagi peruntukkan kapal itu, kita semua tahu kalau kapal Roro itu kapal yang memiliki fungsi untuk mengangkut manusia dan barang. Roro secara otomatis dilihat dari sisi keselamatan para penumpang yang merupakan manusia lebih terjamin, sementara untuk kapal dengan jenis LCT beda dimana fungsi dari kapal itu hanya khusus untuk mengangkut barang. Namun kenyataannya waktu itu tetap didatangkan dan disetujui oleh pihak Dinas Perhubungan Provinsi Riau. Ini jelas ada suatu indikasi kejanggalan dalam proses pengadaannya," ujar Ibnu pada wartawan.

Seperti diberitakan beberapa waktu lalu bahwa indikasi adanya penyimpangan tersebut terungkap setelah pihak Administrator Pelabuhan (Adpel) Dumai membatalkan izin kapal penyeberangan tersebut.

Pasalnya, kapal yang didatangkan pihak kontaktor bukan kapal Roro, tapi kapal LCT (landing Craft Tank), yang diperuntukkan hanya untuk barang bukan untuk angkutan umum.

Lebih lanjut Chalik mengatakan dari data yang diterimanya dapat juga terlihat ada indikasi kejanggalan lainnya, dimana perusahaan yang ditunjuk oleh pihak Dishub Provinsi Riau itu adalah PT SAT (Sinar Alam Terang), sementara dari perjanjian kerja sama antara pemilik LCT dengan pihak perusahaan yang mendatangkan kapal LCT itu justru membawa perusahaan dengan nama PT AB (Aceh Bangkit) yang direkturnya juga berbeda.

"Data tertulis yang kita dapat justru PT Aceh Bangkit itu mengaku sebagai perwakilan dari Dinas Perhubungan Provinsi Riau, walaupun dalam data tertulis dengan materai 6000 yang kita dapat terdapat kesalahan tulisan dimana PT Aceh Bangkit mengaku sebagai perwakilan dari Departemen Perhubungan Provinsi Riau, tetapi tetap saja itu salah," katanya.

Indikasi kejanggalan lainnya, menurut Chalik, terlihat dari nilai mata anggaran untuk pengadaan kapal tersebut, dimana nilai anggaran yang berasal dari APBD Provinsi Riau sebesar Rp 4 miliar lebih, tapi dalam proses pengadaan justru jika dihitung penggunaannya hanya sekitar 50 persen dari total nilai dana yang dianggarkan tersebut.

Informasi yang berhasil diperoleh dari pihak kantor Adpel (Administrasi Pelabuhan) Dumai diketahui bahwa beberapa waktu lalu kembali pihak Adpel kelas I Dumai yang tidak memberikan izin operasional LCT Alvina 05 tersebut dengan dasar telegraf dari DJPL (Derektorat jendral Pelabuhan) Kementrian Perhubungan, kembali dipanggil Polda Riau terkait tentang kapal penyeberangan yang didatangkan pihak Dishub Provinsi Riau namun akhirnya tidak jadi dioperaasionalkan karena salah peruntukkan dalam penggunaannya.**/dzc/mtc

Berita Lainnya

Index