Metroterkini.com - Selain produksi, Toyota juga memiliki nilai-nilai dasar sistem pemasaran dan penjualan yang tertuang dalam Toyota Way in Sales and Markerting (TWSM) yang disusun oleh Yoshio Ishizaka pada 2001.Konsep TWSM itu kemudian ditransfer ke 170 jaringan distributor dan 8.000 dealer di 200 negara, guna menjadi pegangan praktek pemasaran dan penjualan mobil Toyota di seluruh dunia.
Ishizaka mengatakan untuk menyebarkan nilai-nilai TWSM tersebut, pihaknya membangun Global Knowledge Center (GKC) yang berbasis di Amerika Serikat.
"Karena bahasa Inggris menjadi bahasa utama, kami mendirikan GKC di Amerika," katanya.
Dari situlah pengembangan dan penyebaran nilai-nilai TWSM dilakukan. Kata kunci dari nilai itu adalah "Glocal" (global-local) atau berpikir global, bertindak lokal. Perusahaan otomotif Jepang itu memberi keleluasaan pada jaringan operasionalnya di suatu negara untuk membuat kebijakan sesuai pasar lokal dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
"Kami misalnya diberi kebebasan membuat kebijakan pemasaran sendiri, seperti membuat iklan dan melakukan promosi sesuai dengan pasar kami," kata GM Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Widyawati Soedigdo.
Namun semua itu harus berpegang pada target TWSM yaitu menjadikan konsumen sebagai pelanggan setia. TWSM melihat ada lima langkah yang dilakukan konsumen sebelum mengambil keputusan yaitu mencari, mengunjungi, membeli, mendapatkan barang yang sesuai, dan memiliki.
"Kuncinya adalah dengar suara pelanggan," kata Ishizaka.
Ia mengatakan kunci kemenangan Toyota yang menyalip raja otomotif dunia General Motor (GM) adalah mendengarkan keluhan, keinginan dan kebutuhan konsumen. Toyota memenangi persaingan, tidak hanya di Amerika Serikat -- negeri asal GM -- tapi juga di dunia, ketika Toyota membuat mobil dengan mesin bersilinder lebih kecil dari yang dibuat GM maupun Ford.
"Waktu itu kami mendengarkan suara konsumen yang menginginkan mobil kecil seiring dengan naiknya harga bahan bakar. Pesaing kami pada waktu itu masih membuat mobil yang besar dan sedang," kata Ishizaka yang bergabung dengan TMC sejak 1963.
Prinsip dengarkan suara konsumen itu juga, yang membuat Toyota melihat kasus "recall" (menarik mobil untuk perbaikan) sebagai upaya memuaskan konsumen. Ishizaka menilai kasus "recall" yang cukup besar tahun lalu, karena ada komunikasi internal yang hilang serta merupakan sindrom perusahaan yang menjadi besar dan berada di zona nyaman.
"Lupa perlu ada peningkatan berkelanjutan," katanya.
Namun, sejak Maret 2010 TMC telah membentuk komite khusus untuk kualitas global yang antara lain melakukan genchi genbutsu (deteksi dini dan resolusi dini berdasarkan suara konsumen) serta pengembangan produk berbasis keselamatan dan kepercayaan pelanggan.
"Tantangan terbesar kami dan juga perusahaan otomotif yang lain adalah isu lingkungan, terkait pemanasan global," ujar Ishizaka yang pensiun pada tahun 2005 dari TMC.
Ishizaka yang keliling menyebarkan nilai-nilai TWSM ke berbagai negara itu menilai produsen otomotif perlu mencari inovasi baru untuk mengatasi isu lingkungan tersebut. Apalagi pada 2050 diperkirakan tidak ada lagi bahan bakar fosil di dunia.
"Mungkin perlu dipikirkan membuat mobil berbahan bakar air, atau mobil yang justru menciptakan udara bersih ketika dikendarai," ujar Ishikaza.
Saat ini, kata dia, Toyota telah memulai pembuat mobil ramah lingkungan dengan mesin hibrid, yang telah diproduksi secara massal seperti Prius.Terlepas dari isu lingkungan, Ishizaka juga melihat pelaku bisnis otomotif juga menghadapi tantangan membuat mobil yang lebih terjangkau.
Saat ini Toyota melalui PT Toyota Astra Motor (TAM) menjadi pemimpin pasar di Indonesia dan memiliki basis produksi Innova dan Fortuner melalui PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TAM).