Metroterkini.com - Pemerintah Filipina mengumumkan status darurat nasional pada Selasa (6/8) lalu karena wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) yang meluas. Peringatan itu diumumkan setelah ratusan orang meninggal tahun ini karena serangan wabah tersebut.
Menteri Kesehatan Filipina, Francisco Duque, menyampaikan sampai saat ini tercatat ada 622 warga Filipina yang meninggal akibat terjangkit demam berdarah.
Dilansir CNNIndonesia, Kamis (8/8), Kemenkes Filipina melaporkan ada 146,062 kasus DBD sejak 1 Januari sampai 20 Juli. Jumlah tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 98 persen dalam periode yang sama tahun ini.
Meskipun wabah semakin meluas, pemerintah Filipina tetap melarang penggunaan vaksin DBD Dengvaxia setelah insiden kematian puluhan anak, termasuk 700 ribu korban lainnya, setelah mereka menerima imunisasi vaksin buatan Sanofi pada 2016 dan 2017 lalu.
Duque mengatakan bahwa pemerintah Filipina sedang mengajukan permohonan untuk mengizinkan perusahaan farmasi Perancis, Sanofi, mengembalikan vaksin kembali ke pasar Filipina. Namun, mengesampingkan penggunaan obat dalam memerangi wabah yang sedang berlangsung.
"Vaksin ini tidak tepat untuk mengatasi kelompok-keompok rentan yang berusia lima sampai sembilan tahun," ujar Duque.
Duque mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sempat memberitahu bahwa vaksin itu "tidak direkomendasikan" dan tergolong mahal, karena dibanderol PHP1000 (Rp 283 ribu) untuk satu dosisnya.
Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa vaksin Dengvaxia kini telah terdaftar di 20 negara dan dapat digunakan bagi mereka yang berusia sembilan tahun ke atas.
Demam berdarah merupakan virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti dan telah menginfeksi sekitar 390 juta orang di lebih dari 120 negara setiap tahunnya. Virus ini juga telah membunuh lebih dari 25 ribu orang di seluruh dunia.
Pada 2016 lalu, Filipina menjadi negara pertama yang menggunakan vaksin Dengvaxia melalui program imunisasi massal yang dicanangkan pemerintah. Namun, kontroversi muncul setelah perusahaan farmasi Sanofi pada tahun berikutnya mengumumkan vaksin itu justru memperparah gejala penyakit bagi orang yang belum terinfeksi virus DBD.
Pemberitahuan tersebut lantas mengakibatkan kepanikan di seluruh negeri serta ketakutan akan penggunaan vaksin. Banyak pula para orang tua yang menuduh vaksin itu telah membunuh anak mereka.
Pemerintah Filipina bahkan menduga vaksin itu menjadi penyebab wabah campak yang telah membunuh lebih dari 200 orang tahun ini. Duque mengimbau lembaga-lembaga pemerintah, sejumlah sekolah, perkantoran dan masyarakat agar setiap sore keluar dari bangunan kantor, rumah dan sekolah untuk mencari dan memusnahkan sarang nyamuk. [**cnn]