Metroterkini.com - Ketika dunia mengecam kekerasan di Rakhine yang menyebabkan ratusan ribu Rohingya ke Bangladesh, Suu Kyi justru baru akan mencari tahu penyebab eksodus tersebut.
"Kami ingin mencari tahu mengapa gelombang pengungsi besar-besaran ini terjadi. Kami ingin berbicara dengan mereka yang pergi, dan yang tetap tinggal. Saya pikir, hanya sedikit Muslim Rakhine yang tak ikut gelombang pengungsi itu," katanya.
Merujuk pada laporan PBB, ratusan ribu Rohingya kabur ke Bangladesh setelah bentrokan antara militer dan Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) pecah pada 25 Agustus lalu.
Sejumlah organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan bahwa gelombang pengungsi besar-besaran itu terjadi karena para Rohingya menghindari kekerasan yang terus terjadi di Rakhine.
Namun, pemerintah Myanmar selalu menampik laporan tersebut, bahkan tak mengakui ada sekitar 1.000 orang tewas akibat aksi kekerasan militer itu.
Suu Kyi mengatakan, pemerintahnya sudah melakukan berbagai upaya untuk menghadirkan kembali perdamaian dan stabilitas di Myanmar, juga menggalang harmoni antara minoritas Muslim dan mayoritas Buddha di Rakhine.
Suu Kyi pun membuka pintu Myanmar bagi para pengungsi Rohingya yang ingin kembali, setelah melalui proses verifikasi.
"Kami siap memulai proses verifikasi kapan pun," ucap Suu Kyi dalam pidato kenegaraan di Naypyidaw, Selasa (19/9), seperti dikutip CNN.
Meski begitu, dalam pidatonya, Suu Kyi tak menjamin bahwa seluruh Rohingya tersebut bisa kembali dan mendapat status pengungsi.
Selama ini, etnis minoritas Rohingya menjadi subjek diskriminasi hingga persekusi karena tidak dianggap sebagai warga negara resmi Myanmar.
Hukum kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 pun tidak memasukkan Rohingya sebagai salah satu dari sekitar 80 etnis resmi di negara itu.[*]