Metroterkini.com - Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, mengungkapkan ia tak akan tinggal diam jika Amerika Serikat melanggar kesepakatan nuklir dengan memperpanjang sanksinya terhadap Teheran. Rencana perpanjangan sanksi itu tengah digodok oleh DPR AS dan akan diberlakukan hingga 10 tahu mendatang.
DPR AS kembali meloloskan RUU Sanksi nuklir Iran (ISA), kebijakan yang pertama kali diadopsi pada 1996 dengan membatasi investasi di industri energi Iran yang berlaku selama 10 tahun. Ini dilakukan sebagai upaya menekan Iran agar tidak mengembangkan senjata nuklir.
Selain rencana untuk memperpanjang sanksi nuklir Iran, DPR AS juga meloloskan RUU tentang pemblokiran penjualan pesawat komersial Boeing dan Airbus ke Iran.
"Pemerintah AS saat ini telah melanggar perjanjian nuklir dalam beberapa kesepakatannya. (Pelanggaran) yang terbaru adalah memperpanjang sanksi menjadi 10 tahun ke depan," ungkap Khamenei dalam sebuah pertemuan pasukan revolusi yang dikutip dari situs resminya.
"Jika perpanjangan sanksi terjadi, ini akan sangat melanggar Rencana Aksi Komperhensif bersama (JCPOA) dan Republik Islam (Iran) tidak akan tinggal diam," kata Khamenei menegaskan, seperti dikutip Reuters, Rabu (23/11).
Meski lolos di DPR, RUU tentang sanksi kepada Teheran ini harus disahkan terlebih dahulu oleh Senat AS dan ditandatangani oleh presiden, sehingga dapat diberlakukan.
Pada Juli tahun lalu, Iran bersama Jerman dan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni AS, Perancis, Rusia, Inggris, dan China, menyepakati JCPOA. Di bawah kesepakatan ini, enam negara itu setuju mengurangi sanksi ekonomi yang selama ini dijatuhkan pada Iran dengan syarat Teheran harus mengurangi persedian uranium dan membatasi program nuklirnya.
Anggota parlemen AS meloloskan RUU perpanjangan sanksi nuklir Iran seminggu setelah Donald Trump terpilih dalam pemilu AS 8 November lalu. Partai Republik dan sebagian Partai Demokrat dalam Kongres AS dengan suara bulat selama ini memang menentang adanya pengendoran sanksi nuklir bagi Iran.
Trump pun selama masa kampanye pemilu kerap mengkritik pemerintah AS karena dinilai lemah dalam menghadapi nuklir Iran dan situasi di Timur Tengah. Taipan real-estate itu bahkan kerap mencerca kesepakatan yang diresmikan pada pertengahan tahun lalu ini.
Dalam setiap kampanyenya, Trump kerap menyebut JCPOA sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan" dan menilai dapat menyebabkan "bencana nuklir."
Anggota parlemen dari kedua partai terbesar di AS berharap sikap tegas dan keras akan terus dilakukan oleh pemerintahan baru AS menghadapi nuklir Iran.
Sementara itu, Gedung Putih berpendapat bahwa RUU perpanjangan sanksi nuklir Iran ini melanggar kesepakatan nuklir. Kantor kepresidenan AS juga menyatakan bahwa Presiden petahana AS, Barack Obama akan memveto langkah pengesahan RUU itu jika lolos di tingkat Senat. [mer-cnn]