Kebijakan Ekonomi Jilid Dua Siti Nurbaya Dikritisi

Selasa, 06 Oktober 2015 | 00:00:04 WIB

Metroterkini.com - Pengamat Lingkunangan di Pelalawan, Riau, Albert Simanjuntak, mengkritisi  kebijakan Ekonomi jilid Dua oleh Siti Nurbaya, karena saat ini kebijakan tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi bencana kabut asap yang salah satu penyebab lemahnya ada pada kontrol dan pengawasan secara objektif oleh pemerintah terhadap pemegang izin berbasis kehutanan.

Menurut Albert Simanjuntak yang juga pengurus Projo Prov Riau ini, dimana satu sisi Siti mengundang investor untuk menanamkan modalnya di negara ini, dengan cara memberikan kemudahan dalam pengurusan izin yang berbasiskan kehutanan. Disisi lain investor yang sudah ada justru tidak menjalankan kewajibanya dalam menjalanakan kegiatan kehutanan sesuai Undang - undang, sehingga banyak terjadi permasalahan yang bersumber dari kegiatan industri kehutanan dan perkebunan seperti konflik sengeketa lahan dengan masyarakat.

"Apalagi dengan lemahnya pegawasan dan kontrol ini menyebabkan bencara kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan, karena tidak adanya sangsi pidana akibat kelalaian menjaga lahan oleh pemegang izin," jelasnya, Selasa (6/10/15).

Dikatakannya akibat kabut asap oleh kebakaran hutan dan lahan di Negara ini negara harus mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk menaggulangi bencana kabut asap ini karena kelalaian oleh pemegang izin kehutanan dan perkebunan.

"Kebijakan ini tidak layak diumumkan karena pada saat ini negara seharusnya lebih fokus terhadap penindakan pelaku - pelaku (korporasi) yang menyebabkan bencana kabut asap," jelasnya.

Tambah Albert, seharusnya pemerintah lebih fokus untuk menyelesaikan permasalahan dan pelangaran - pelangaran yang dilakukan pihak korporasi pemegang izin berbasih kehutanan yang sudah diterbitkan, dan bukan malah menawarkan kebiajakan yang baru dalam hal mempermudah penerbitan izin - izin yang baru.

"Kita melihat selama ini pemerintah (Kemenhut) sebagai lider operasinal yang berkompeten dalam sektor kehutanan, tidak melakukan pengawasan secara subyektif terhadap kewajiban atas kegiatan yang berbasis dengan kehutanan yang dilakukan oleh perusahaan - perusahan korporasi tersebut," jelasnya.

Albert juga minta pada DPR- RI segera merancang undang - uandang untuk menetapkan sangsi pidana terhadap korporasi yang tidak menjalankan kewajiban dia untuk mejga aarela kawasan hutan yang telah diberikan izin oleh pemerintah kepada korporasi tersebut.

"Selam ini akibat tidak ada sangsi pidana atas kelalaian pelangaran oleh pemegang izin, maka terkesan pihak pemengang izin ini tidak serius untuk menjaga yang seharusnya menjadi tangung jawabnaya," tukasnya. [basya]

Terkini