Metroterkini.com - Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan jutaaan pekerja dari sektor padat modal (capital intensive) terancam mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu merupakan imbas dari perlambatan ekonomi nasional.
"Jutaan terancam PHK dan ini mendekati 1998 bisa krisis. Pertama krisis moneter, ini kan moneter dolar, IHSG menurun. Investasi wait and see. Ini motor elektronik pasar melemah. Akibatnya krisis moneter menjadi krisis ekonomi kan hubungannya daya beli," kata Presiden KSPI Said Iqbal seperti dilansir dari liputan6, Jumat (31/7/15).
Dia menerangkan, indikasi tersebut terlihat dari kinerja perusahaan. Kini banyak perusahaan melakukan efisiensi dengan mengurangi jam kerja pada pegawainya.
"Yang di capital intensive, kayak automotif dan lain-lain memang belum ada laporan terjadi PHK. Yang terjadi adalah merumahkan karyawan, maksudnya itu dalam seminggu 5 hari kerja, 3 hari kerja, 2 hari di rumah," katanya.
Dia menerangkan perlambatan ekonomi nasional utamanya karena melemahnya daya beli masyarakat. Penurunan daya beli, imbas dari pemerintah yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal, kebijakan kenaikan BBM dinilai tidak tepat karena harga minyak dunia sedang turun.
"Harga-harga melambung tinggi bukan hanya faktor Ramadan dan Lebaran. Jauh hari sebelum Ramadan harga melambung tinggi gara-gara Lebaran, transportasi melambung tinggi, sewa rumah melambung tinggi, padahal gaji nggak naik, itu yang buat daya beli turun. Daya beli masyarakat turun akibat kenaikan harga BBM tidak tepat saat itu, padahal di saat yang bersamaan harga minyak dunia mentah turun di level terendah," jelas dia.
PHK, lanjut dia, telah terlihat pada industri padat karya (labour intensive). Meski PHK tersebut terjadi dengan dalih habisnya masa kontrak.
"PHK yang terjadi kepada karyawan kontrak yang sudah habis masa kontraknya, yang tidak diperpanjang kontrak nya," tandas dia.[lp6]