TNI Temukan 22 Hektare Ladang Ganja di Gunung Leuser

TNI Temukan 22 Hektare Ladang Ganja di Gunung Leuser

Metroterkini.com - Kodim 0113 Gayo Lues bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional dan Polres Gayo Lues melakukan pemusnahan ladang ganja di areal seluas kurang lebih 22 hektare di Aceh. Lokasi ladang berada di Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, Aceh, dan masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser menggegerkan warga sekitar.

Penemuan ladang ganja ini berawal dari laporan intelijen Kodim yang menemukan satu titik ladang ganja awal 2015. Sebelumnya pada enam tahun lalu mereka juga pernah menemukan ladang ganja di lokasi yang sama.

Dari hasil dua operasi, total ladang yang ditemukan sekitar 22 hektare yang terdiri dari 9 titik lokasi dengan lokasi paling luas sekitar 9 hektare. Dari 9 titik ini, tanaman ganja ada yang telah memasuki masa siap panen dan ada yang baru berumur 1-2 bulan.

Umumnya ganja siap dipanen pada saat memasuki usia 6 bulan. Di titik lokasi pertama, ditemukan tanaman ganja yang tingginya mencapai 3 meter dengan kerapatan antarpohon sekitar 1 meter. Di lokasi tersebut juga ditemukan semacam posko, peralatan masak dan persediaan logistik. Dugaan yang ada, pelaku biasanya tinggal di posko selama tiga hingga tujuh hari.

Komandan Kodim 0113 Gayo Lues, Letkol Kav A Agung Ngurah Sugiarto menyarankan agar ada solusi alih fungsi untuk masyarakat yang ada di sekitar ladang ganja. Hal ini juga telah dia sampaikan kepada Bupati Gayo Lues.

"Perlu ada solusi konkret bagi masyarakat sekitar ladang yang biasa menanam ganja, karena alasan mereka menanam umumnya karena faktor ekonomi," kata Agung dalam siaran pers BNN seperti dilansir Antara, Senin (4/5).

Setelah memanen, petani akan mengepak ganja di lokasi ladang. Ganja yang sudah di-press akan dilapisi plastik hingga tujuh lapis untuk kemudian diapungkan melalui Sungai Alus.

Petani memanfaatkan jalur Sungai Alus untuk mendistribusikan ganja hingga tiba di Desa Agusan lalu diambil oleh pemodal. Ganja Bangkejeren atau biasa dikenal ganja BK, dikenal sebagai ganja dengan kualitas terbaik di Aceh.

Pemodal umumnya akan berdayakan petani lokal untuk menanam ganja. Bila situasi normal, petani mendapat upah Rp 80.000/kilogram dari ganja yang dipanennya. Jika situasi rawan karena ada operasi pemusnahan, harga bisa melonjak menjadi Rp 800.000/kilogramnya.

Dari tiap hektarnya dihasilkan sekitar 2,5 ton ganja. Selain ongkos menanam, petani juga akan mendapat tambahan Rp 20.000/kilogram bila berhasil mendistribusikan ganja ke wilayah Kabanjeren. Jika sampai Medan, biaya transportasi akan lebih mahal, mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu/kilogramnya.

Dari pantauan aparat, petani menanam ganja secara bertahap agar panen tidak putus sehingga mereka selalu panen saat datang ke ladang. Saat memanen, tinggi tanaman umumnya berkisar antara 1,5 hingga 2 meter, tergantung pada tingkat kesuburan tanaman, namun secara umum tinggi tanaman saat panen berkisar sekitar 2 meter.

Kegiatan pemusnahan ladang ganja dihadiri Deputi Pemberantasan BNN Deddy Fauzi Elhakim, Direktur Narkotika BNN Sugiyo, Komandan Kodim O113 Gayo Lues Letkol Kav A Agung Ngurah Sugiarto, Kapolres Gayo Lues AKBP Bhakti Eri, dan Kepala BNN Gayo Lues Samsul Bahri.

Dalam kesempatan ini Deddy menyampaikan apresiasinya kepada TNI atas kontribusinya untuk turut memberantas Narkoba. Menurutnya, kondisi darurat Narkoba saat ini bisa dilihat karena masifnya operasi yang dilakukan oleh penegak hukum.

Pengungkapan 800 kilogram sabu beberapa waktu lalu merupakan penangkapan terbesar dunia selama 10 tahun terakhir. Terkait adanya pendapat vonis mati terhadap bandar Narkoba tidak membuat jera, Deddy mengatakan anggapan itu muncul karena pelaksanaan eksekusi hukuman mati yang selalu tertunda.

"Eksekusi harus segera dilaksanakan jika ingin ada efek jera bagi penyelundup Narkoba," ungkapnya.

Deddy menambahkan saat ini ganja Aceh telah menyebar dan tumbuh di wilayah Bengkulu, Jambi, Palembang, Garut, Pengalengan, dan Bogor. Ada modus baru, di mana petani menanam ganja untuk kemudian keuntungannya digunakan membeli sabu.

"Saat ini ada istilah jugabu atau jual ganja untuk beli sabu," katanya.

Deddy juga mengkritisi tentang banyaknya pohon-pohon besar yang ditebang oleh petani di lokasi ladang ganja pada saat mereka membuka lahan baru. Menurutnya ada dua kejahatan besar yang telah dilakukan, pertama adalah penebangan pohon secara liar, dan kedua karena mereka menanam ganja. Oleh karenanya ke depan, dia berencana akan menggandeng pihak Kementerian Kehutanan untuk menyelesaikan hal ini. [ant]

Berita Lainnya

Index